Matahari pagi mulai menerangi
cakrawala. Debur ombak terdengar jelas dari arah pantai. Aku teringat diriku
yang sedang berwisata.
“Bangun sayaaang, masa kalah kamu sama
matahari. Aku aja bangun duluan dari matahari”
aku hanya tersenyum diatas
tempat tidurku. Hanya suara ombak dan suara burung laut yang menghiasi
telingaku. Jauh dari bunyi klakson kendaraan ibu kota, yang tidak sabar lepas
dari jeratan macetnya. Tidak ada keluhan dari teman kantor karena proposal yang
ditolak oleh bos. Udara pantai yang khas sekali berbanding dengan polusi
perkotaan yang menimbulkan penyakit. Kini hanya aku dan kamu. Melepas penat
kita, berdua saja.
Aku mencoba berdiri dari
kasur melihat matahari setengah dari lautan lepas. Aku hampiri kekasihku di
dapur. Kupeluk dia dari belakang.
“Hmm baunya harum sekali
sayang” dia membalikkan badannya
“Iya dong, aku lagi masak
roti bakar dan omelette special buat jagoanku” dia mencium bibirku
“Haha kamu emang tau
kesukaan aku, yaudah aku ke teras yah. Kapan lagi menikmati birunya laut di
hari yang cerah ini.. Oiya tolong buatkan aku kopi juga yaa.”
“Okee siap pak kapten!” aku
tersenyum dengan tingkahnya, kucium keningnya lalu pergi.
Aku teringat pernikahanku.
Baru 9 bulan yang lalu kami mengucapkan sumpah. Janji. Semua itu dibalut oleh
kesetiaan. Abadi. Pasti akan ku jaga. Entah aku lupa lagi kapan aku mulai
tertarik denganmu Jeni. Waktu itu sudah lama sekali. Tapi aku ingat kali
terakhir kau menangis. Aku sangat menyesali hari itu, aku bodoh mau saja
dijebak dengan wanita bajingan itu. Seharusnya aku mempercayaimu. Aku tidak
akan membuatmu menangis lagi. Aku benci melihatmu menangis. Aku...
“Hayooo!!! Lagi mikirin
apa? Mukanya serius banget kamu, awas nanti cepet tua loh”
“Hadeuuuhh kamu ini
ngagetin ajaaa, orang lagi asik – asik menikmati alam juga yeeee”
“Hahaha iya maaf sayaangg,
nih ini roti bakarnya dan ini kopinya selamat menikmatiiii”
“Loh kamu engga minum kopi
juga? Tumben bikin teh”
“Iya dong, bosen kopi mulu.
Eh, abis ini kita sepedaan yaa”
“Sepedaan? Tapi kan engga
ada jok belakangnya sayang” aku sambil menikmati hidangan
“Hmmm aku di depan ajaaaa
ya ya yaaaaa”
“Haaahh oke oke”
Kami bercengkrama sambil
menikmati minuman masing masing. Jeni cantik sekali dengan pancaran matahari di
wajahnya. Beruntung aku memilikinya. Meskipun agak ‘ngos – ngosan’ waktu itu
hehehe hingga akhirnya kami mendapatkan restu dari orangtua. Aku akan berjanji
pada diriku sendiri untuk membuatmu selalu bahagia... jeni. Kopiku sudah
tinggal berbekas ampasnya, aku lekas menarik tangan jeni
“Eh eh teh ku belom abis
niiiiiihh!”
“Halaahh udah taruh aja
dulu, pasir pantai udah nungguin kita dari tadi tuh yuk!”
Jeni membalasnya dengan
senyuman. Kuambil sepeda dari garasi rumah. Benar apa kataku jok belakangnya
tidak ada. Jeni pun kubonceng di depan. Kami menyusuri pantai pagi ini. Kadang aku
mencuri – curi untuk menghirup wangi rambut Jeni sampai – sampai aku hilang
kendali dan kami pun terjatuh! Kami tertawa bersama. Kucoba lagi menaiki
sepeda, perlahan aku menaikkan tempo mengkayuhku, semakin cepat aku kayuh pedal
sepeda, sangat bahagia melihat Jeni tertawa senang seakan berhamburan. Langit pun
seraya tertawa bersama kami. Indah sekali hari ini.
Dibawah pohon kami
berhenti, melepas lelah setelah banyak tertawa. Keringat bercucuran di wajahku.
Jeni pun sigap menyeka keringatku.
“Terimakasih sayang”
“Kembali kasih hehe”
“Balapan yuk!” Ajak Jeni
“Balapan apa?”
“Kita balapan lari siapa yang
paling duluan ke laut” sambil menunjuk kearah laut
“Terus yang menang dapet
apa?” aku tersenyum meledek
“Yang menang? Hmmm ah iya,
yang menang digendong sama yang kalah sampai balik kerumah”
Aku menaikkan alisku
menatap ragu Jeni, tapi dia menatap dengan wajah yakin.
“Oke boleh! Siapa takut! Aku
hitung sampai tiga mulai yah. Satu.. duaaa... ”
Belum sampai hitungan ke tiga
Jeni mencuri start lebih dulu.
“Heh curang kamuuu.. awas
yaaa hahaha”
“Weeeeeee..”
Haha dasar dalam hatiku. Aku
berusaha mengejar Jeni. Cepat juga larinya pikirku. Baru di laut aku bisa
meraihnya. Langsung saja aku peluk dia dan kami jatuh diatas ombak. Kami tertawa
bersama, bercanda seperti kembali ke masa kecil. Seperti sudah lama tidak
menyentuh air laut. Sampai kami terjatuh dan wajah kami saling berhadapan. Perlahan
tapi pasti wajah kami semakin dekat. Tidak peduli dengan burung yang melayang
diatas kami, pohon – pohon yang melambai – lambai karena angin kencang. Wajah kami
sangat berdekatan, aku tersenyum Jeni pun membalasnya. Kemudian dia menutup
kedua matanya. Aku pun memeluknya erat dan semakin dekat. Lalu tiba – tiba ombak
besar menyapu kami. Byuurr!
Kami pun tersedak karena
kemasukkan air laut. Setelah itu kami tertawa bersama lagi. Dibalut kebahagian
yang kami ciptakan. Aku mengajaknya kembali ke bawah pohon tempat istirahat
tadi.
“Yeee aku yang menaaanggg!”
“Ah curang kamu”
“Biarin weeee!”
“Berarti aku gendong kamu
entar pulang kerumah?”
“Iya dooongg kan udah
janji tadi wooo!”
“Dasaaarrr!” aku mencubit
hidungnya
“Adu duuhh aku enggak bisa
nafas tauuu!”
Tidak terasa langit
menunjukkan senjanya. Aku dan jeni hanya duduk diam menikmati lukisan alam sang
pencipta. Aku melihat Jeni di bahuku dan tersenyum.
“Aku enggak menyangka”
ucap Jeni dari bahuku
“Enggak menyangka kenapa sayang?”
“Iya kita bisa satu” Aku
hanya tersenyum.
“Padahal dulu... inget
enggak? Papaku sangat benci lihat penampilan kamu. Katanya urakan lah, anak
enggak bener lah hahaha lucu” Aku kembali hanya tersenyum
“Tapi aku kagum sama
keberanian kamu. Kok nekad melamar aku, padahal kan aku dulu sempat dijodohkan.
Heran sekarang kan bukan lagi jaman Siti Nurbaya masih saja di jodoh –
jodohkan. Belum tentu kan itu pria bakalan setia. Mungkin kalo aku terima, aku
sedang tidak berada disini. Di suatu tempat yang pasti itu bukan bersama kamu
dan aku tidak bisa bayangin bagaimana keadaanku. Mungkin saja aku kena KDRT
atau menunggu suami yang sedang kerja, yang pasti tidak akan se bahagia ini.”
“Masa? Bohong ah hehe”
sautku
“Ihh dasarrrr!” Jeni
mencubit perutku
“Aduh sakit tauuuu”
“Biarin...”
“Udah malam.. pulang yuk”
ajak ku
“Okee kapten siap. Jangan lupa
ya yang kalah harus gendong yang menang hehehe”
“Masih inget aja kamu”
Aku pun menggendong Jeni. Sesampai
dirumah Jeni tertidur ketika ku gendong. Pasti dia sangat lelah sampai tertidur
begitu.
“Hei bangun.. bangun. Kita
udah sampai rumah”
“Emmmm masa sih? Wah aku
tertidur yah. Maaf ya sayang hehehe”
“Yaudah cepet kamu
bersihin badan dulu. Baru abis itu enak deh istirahat”
“Okeee siaapp kapten” Jeni
mencium pipiku lalu pergi ke kamar mandi
Aku menunggu di teras
rumah. Sambil menikmati langit yang berhamburan bintang hari ini benar – benar cerah
sekali. Di kota jarang sekali aku melihat bintang yang sangat jelas. Rasanya ingin
pindah saja kesini. Jauh dari kota hanya ada aku dan Jeni. Terdengar suara Jeni
memanggil untuk bergilir membersihkan badan. Selesai aku mandi Jeni sudah
menyiapkan hidangan makan malam. Makanan malam ini tidak semewah seperti di
kota, sederhana tapi begitu nikmat dibandingkan di kota. Aku bersyukur. Setelah
makan aku mengajak Jeni keluar rumah untuk menikmati langit malam ini, sayang
apabila dilewatkan. Aku berusaha sok tau menunjuk rasi bintang yang kutau.
Entah itu benar atau tidak tapi Jeni sepertinya menyukai ke sok tauan diriku.
“Bintangnya indah ya” ucap
Jeni memecah kesunyian
“Iya seperti kamu”
“Ah gombal”
“Dikit”
“Pulang yuk. Udah mulai
dingin”
Aku dan Jeni kembali
kerumah. Ternyata sebentar lagi sudah jam 12 malam. Hari ini sangat lelah
bercampur bahagia. Mungkin perasaan ini dirasakan juga sama Jeni. Langsung saja
kami menuju tempat tidur. Beristirahat dan memulihkan badan lagi untuk bersiap
hari esok. Kupeluk Jeni dari belakang. Erat. Sangat erat. Aku tidak ingin
kehilangan dirinya. Sampai berjumpa lagi besok, jeni.
-Fiksi
Tulisannya keren :3
ReplyDeleteMakasih :'
Delete