Kau masih
enggan menatap diriku. Aku bisa melihat rona kegelisahan di lekuk wajahmu. Kita
masih saling diam. Mengapa kau tidak ingin bercerita? Ketakutanku akan
kehilangan sedang menyerang pikiranku. Mungkin kau anggap ini hanya bualan,
buang – buang waktu. Seberapa lapang hatimu untung seseorang? Aku seperti orang
yang dijahit mulutnya. Kau masih saja duduk dengan ketidaknyamanan. Terlihat ada
sesuatu di balik mulutmu itu. Aku tidak tahu apakah itu. Apa aku harus paksa
buka mulutmu yang kaku itu? Hei kekasih kita sudah cukup lama berbagi cerita,
semua rasa telah kita lalui berdua. Ada apa dengan kau kali ini? Aku menunggu.
Hujan terdengar
parau dari dalam sini. Seperti mengurung kita di dalam suram. Apakah ini akhir
dari segalanya? Ayolah aku sudah berkata “ceritalah sayang?” tidakkah mawar itu
cantik diatas meja kita, bukankah kau menciumi wanginya? Mengapa kau tetap
bungkam? Apa aku harus berbsik ke telingamu agar semua ceritamu tidak terdengar
oleh orang lain? Aku ini kekasihmu, masa kau tidak ingin bercerita kekasih. Bila
dengan bisikan kau tetap bungkam mungkinkah aku berteriak sekencang –
kencangnya? Agar kau terdorong untuk bercerita dengan seluruh pasang mata
menyorotimu? Agar mereka tahu ada apa dibalik hatimu sehinggu sulit untuk
diungkapkan. Kekasih aku lelah dengan obrolan ini indahnya bulan masih kalah
dengan rahasia yang kau pegang.
Kan ku
jabat jemarimu kekasih. Setiap belaian kau tahu adalah cinta. Air mata tidak
bisa kau elak, jatuh perlahan terlihat perih mengalir di pipimu. Aku bisa
merasakan. Kita didalam kegelisahan kekasih, aku terhanyut dengan apa yang kau
perbuat. Getaran bibirmu, tidak sanggup aku melerai. Matamu tetap enggan
bertemu dengan mata milikku. Obrolan singkat ini akan panjang bila kau tidak
memulai. Aku seperti merindu suaramu lebih dari sewindu. Kau tega sekali
kekasih, aku tetap menunggu. Menunggu rahasiamu.
Comments
Post a Comment